Blog

Rancang Awal Kerjasama Kemitraan Penelitian Dan Pengkajian Kebijakan Luar Negeri Republik Indonesia Untuk Kawasan Eropa
Pembahasan rancangan kerjasama kemitraan antara KIKE dan BPPPKK Kemlu RI

Audiensi KIKE ke kantor Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (BPPK Kemlu RI) di Jakarta pada bulan Desember 2019 yang lalu membuahkan hasil yang positif dan ditindaklanjuti oleh BPPK dengan menawarkan kerjasama penelitian dan pengkajian dalam bentuk kemitraan yang dibahas bersama di Yogyakarta.

Pengurus KIKE Muhadi Sugiono (Ketua), Mutia Hariati Hussin (Sekretaris), dan Elistania (Bendahara) serta anggota KIKE Ali Muhammad menerima kehadiran perwakilan BPPK Kemlu RI pada 7 Februari 2020. Ketua Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Amerika dan Eropa BPPK Kemlu RI, Ben Perkasa Drajat, didampingi tiga orang staf, secara langsung membahas agenda kerjasama di sekretariat KIKE. Pada pertemuan tersebut kedua pihak menyepakati kemitraan dalam rangka memberikan sumbangsih pemikiran untuk perumusan kebijakan luar negeri Indonesia. Selain itu potensi pengembangan kemitraan dalam bentuk kegiatan pendidikan/pengajaran, penelitian/pengkajian ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat mengenai isu-isu hubungan internasional, khususnya di wilayah Eropa.

Pertemuan juga menyepakati disusunnya nota kesepahaman (MoU) sebagai kerangka legal yang mendasari kerjasama. Nota Kesepahaman ini dapat menjadi pijakan untuk kerjasama lanjutan dimasa yang akan datang. Kerjasama yang direncanakan akan berlangsung dalam kurun waktu dua tahun ini diharapkan memberikan kontribusi strategis bagi pencapaian kepentingan Indonesia di kawasan Eropa (fvi)

Audiensi Perdana Pengurus KIKE

Sejak resmi dideklarasikan pada 25 April 2019, Komunitas Indonesia untuk Kajian Eropa (KIKE) mulai menyusun dan merealisasikan sejumlah program kerja. Salah satu program kerja yang menjadi prioritas dari pengurus baru KIKE adalah melaksanakan audiensi ke sejumlah lembaga strategis. Kunjungan ini diharapkan dapat mengenalkan KIKE dan menjadikan KIKE sebagai mitra strategis lembaga-lembaga tersebut dalam bidang pendidikan, penelitian, perumusan kebijakan, dan lain-lain.

Drs.Muhadi Sugiono, M.A. selaku ketua KIKE mengawali rangkaian audiensi pada 12 Desember 2019 dengan mengunjungi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Lembaga negara ini memegang peranan paling penting dalam pencapaian kepentingan Indonesia di luar negeri. Plt. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah menerima langsung kunjungan tersebut dan menyambut positif kehadiran komunitas epistemik yang memiliki konsern pada kawasan Eropa dan Uni Eropa ini. Dengan kondisi yang masih tegang antara Indonesia dengan UE terkait isu kelapa sawit, Kehadiran lembaga seperti KIKE dianggap penting dalam mendukung pemerintah dalam mengkaji dan mempersiapkan langkah-langkah yang tepat dalam penanganannya. Tentu saja terhadap isu lainnya, keberadaan lembaga Think Tank Eropa pertama di Indonesia ini membuka peluang besar pada kerjasama di masa yang akan datang.

Pengurus KIKE bersama Dubes UE untuk Indonesia beserta staf

Masih pada hari yang sama, Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia, Vincent Piket beserta staf menerima enam pengurus inti KiKE di kantornya di kawasan Jl.Jend.Sudirman, Jakarta. Bagi KIKE, lembaga ini adalah lembaga terpenting kedua setelah Kementerian Luar Negeri RI yang menjadi pusat kajian dan kerjasama terkait isu-isu di Eropa dan Uni Eropa khususnya. Piket mengharapkan KIKE dapat menjadi jembatan bagi Uni Eropa dalam pelaksanaan sejumlah program kerja mereka. Pertemuan ini juga membuka peluang inisiasi bagi KIKE ketika ingin membangun kerjasama di luar program yang telah dirancang UE.

Kunjungan akhir ditutup dengan diterimanya pengurus KIKE oleh Ben Perkasa Drajat, Kepala Badan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (BPPPKK Amerop Kemlu RI). Badan ini yang secara spesifik merumuskan sejumlah rekomendasi kebijakan luar negeri Indonesia terhadap kawasan Amerika dan Eropa. Dalam pembicaraan diketahui BPPPKK Amerop Kemlu RI telah pernah menjalin kerjasama mandiri dengan Universitas Bina Nusantara Universitas Brawijaya, Universitas Budi Luhur, dan Universitas Gadjah Mada, Universitas Moestopo Beragama, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam kegiatan pendidikan.Universitas-universitas ini merupakan homebased para pengurus KIKE. Dengan mengetahui keberadaan KIKE, BPPPKK merasa sangat terbantu dalam upaya mengoptimalkan kajian Eropa di Indonesia. BPPPKK secara konkrit bermaksud menindaklanjuti pertemuan tersebut dengan kerjasama yang lebih strategis.

Pengurus KIKE bersama Ketua BPPPKK Amerop Kemlu RI dan staf

Rangkaian kunjungan ke tiga institusi di atas memberi aura optimis bagi perjalanan KIKE di masa yang akan datang. Kehadiran KIKE diharapkan dapat memajukan kajian Eropa secara umum dan Uni Eropa secara khusus dengan beragam perspektif yang kaya dari pengkaji Indonesia yang berasal dari berbagai latar belakang. Kehadiran para pengurus dan anggota KIKE yang berasal dari kalangan akademisi, praktisi, pengusaha, jurnalis yang tertarik menggali Eropa lebih dalam bukan tidak mungkin membuat ‘jarak’ antara Indonesia dan Eropa semakin tipis dan menjdi lebih strategis. (fvi)

KIKE Webinar Series 1
Webinar Regionalism and Global Pandemics: Comparative Perspectives of Southeast Asia, Europe and Latin America

Regionalisme dan Pandemi Global: Perspektif Komparatif Asia Tenggara, Eropa dan Amerika Latin

Pandemi Covid-19 mengubah secara drastis perkembangan hubungan internasional yang dimotori oleh globalisasi yang ditandai dengan semakin terbukanya batas-batas negara, semakin tingginya tingkat mobilitas barang, jasa dan orang serta, menurut banyak orang, semakin tidak relevannya kedaulatan. Ancaman penyebaran virus Covid-19 seolah membalik semua ‘kemajuan’ yang dicapai oleh umat manusia ini dan mengembalikan kepada negara semua otoritas yang dianggap semakin berkurang, jika bukan hilang. Hampir semua negara merespon ancaman Covid-19 dengan kebijakan-kebijakan yang berorientasi ke dalam (inward looking) dan unilateral. Sekalipun menjadi strategi yang membantu penanganan krisis dalam jangka pendek, dalam jangka panjang strategi yang berbasis nasional ini jelas jauh dari memadai: bukan hanya untuk mengatasi pandemi tetapi juga konsekuensi sosial, ekonomi maupun poltitiknya. Ancaman Covid-19 dan krisis yang diakibatkannya menuntut kerjasama internasional yang lebih erat. Tetapi, sementara kerjasama global tidak menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, negara-negara perlu memberikan perhatian yang serius kepada kerjasama regional yang selama ini telah terbentuk dan relatif berjalan dengan baik.
Webinar ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi kerjasama regional di Asia Tenggara (ASEAN), Eropa (Uni Eropa) dan Amerika Latin (UNASUR/MERCOSUR) dalam merespon pandemi Covid-19 serta konsekuensi yang ditimbulkannya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Apa dan bagaimana respon organisasi regional terhadap Covid-19?
2. Apakah organisasi regional memiliki mekanisme untuk menangani ancaman penyakit menular setelah munculnya ancaman-ancaman yang serupa seperti HIV/AIDS, SARS, Avian Flu dan sebagainya?
3. Apakah atau sejauh mana ancaman Covid-19 mendorong munculnya inisiatif-inisiatif kerjasama regional baik untuk menangani pandemi maupun konsekuensi dari pandemi?
4. Apakah atau sejauh mana Covid-19 menjadikan organisasi regional lebih relevan atau tidak relevan bagi kebijakan negara-negara anggotanya?


 

Regionalism and Clobal Pandemic: Comparative Perspectives of Southeast Asia, Europe and Latin America

The Covid-19 pandemic drastically changed the development of international relations driven by globalization, as marked by the opening of national borders, increasing mobility of goods, services and people and, many people believe, the irrelevance of sovereignty. The threat of the spread of the Covid-19 virus seems to have reversed all of the “progress” made by humanity and has returned to the state all the diminishing authorities. Almost all countries responded to the Covid-19 threat with inward looking and unilateral policies. Even though it seems this strategy helps in handling short-term crisis, in the long run this national-based strategy is clearly far from adequate: not only to overcome the pandemic but also its social, economic and political consequences. The Covid-19 threat and the resulting crisis demanded closer international cooperation. However, while global cooperation does not show encouraging development, countries need to pay serious attention to the existing regional co-operations, which have relatively been successful in helping their members to achieve their national goals.
This webinar is intended to explore regional cooperation in Southeast Asia (ASEAN), Europe (European Union) and Latin America (UNASUR / MERCOSUR) in responding to the Covid-19 pandemic and its consequences by answering the following questions.
1. What is the role of the regional organizations in responding Covid-19 or how did the regional organization respond to Covid-19?
2. Do regional organizations have mechanisms to deal with the threat of infectious diseases after the emergence of the similar threats such as HIV / AIDS, SARS, and Avian Flu?
3. Does or to what extent does the Covid-19 threat encourage regional cooperation initiatives to address both the pandemic and the consequences of the pandemic?
4. Does or to what extent does Covid-19 make regional organizations more relevant or irrelevant to the policies of its member countries?

Uni Eropa Seru Kaum Muda Indonesia Peduli Perubahan Iklim

TEMPO.CO, Jakarta – Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia menyerukan kaum muda agar peduli dan berkomitmen terhadap perubahan iklim yang terjadi secara global terutama di Tanah Air.

“Gerakan kaum muda secara global dalam aksi iklim merupakan bukti meningkatnya kesadaran masyarakat tentang hal ini,” kata kuasa usaha Ad Interim Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Charles Michel Geurts pada penutupan pekan diplomasi iklim Uni Eopa 2019 di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, kondisi perubahan iklim merupakan suatu fakta yang saat ini cukup mendesak untuk terus diperhatikan semua pihak, terutama generasi muda.

Hal itu, katanya, karena keberadaan mereka berpengaruh besar dalam mengampanyekan kepedulian terhadap perubahan iklim. “Suara mereka lebih didengar dan menuntut pemerintah, perusahaan serta kita semua untuk mengambil tindakan,” katanya.

Secara umum, Uni Eropa mendukung penuh kaum muda, khususnya di Indonesia, yang peduli terhadap perubahan iklim. Banyak kegiatan yang dilakukan dan bersinggungan langsung dengan hutan, sampah, musik, dan lain sebagainya, katanya, bisa dilakukan berbagai kalangan, terutama kaum muda.

Berbagai upaya itu, ujar dia, untuk mengajak masyarakat secara umum agar sadar tentang pentingnya menjaga lingkungan yang berimbas langsung pada perubahan iklim secara global. “Selama pekan diplomasi iklim ini kami menyaksikan sudah banyak upaya dan program inovatif tentang iklim yang dilakukan generasi muda,” katanya.

Pekan diplomasi iklim tersebut diselenggarakan sejak 23 September hingga 6 Oktober 2019 dengan mengusung tema “Kamu muda dan aksi iklim”. Kegiatan itu mengangkat beragam persoalan, di antaranya pelestarian hutan dan lautan, energi terbarukan, pertanian berkelanjutan. Pekan diplomasi iklim juga membahas persoalan produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab serta perencanaan tata kota berwawasan hijau.

ANTARA, Dicopy seutuhnya dari TEMPO.CO

34 Ribu Orang Eropa Terkena Campak di 2019

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Lebih dari 34 ribu orang di seluruh Eropa menderita campak dalam dua bulan pertama 2019, dengan sebagian besar kasus di Ukraina. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak pihak berwenang memastikan orang yang rentan mendapatkan vaksinasi, Selasa (7/5).

Link: Republika

Deklarasi Komunitas Indonesia untuk Kajian Eropa

Sejumlah dosen ilmu hubungan internasional yang merupakan anggota Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) mendeklarasikan pembentukan Komunitas Indonesia untuk Kajian Eropa (KIKE) di Pekanbaru, Riau, Kamis, 25/4/2019.

Pembentukan wadah ini didasari oleh keinginan untuk mengembangkan kajian Eropa pada kampus-kampus di Indonesia, khususnya pada program studi Ilmu Hubungan Internasional.

Inisiator sekaligus Koordinator KIKE, Muhadi Sugiono, mengatakan bahwa para pengkaji Eropa sebenarnya telah cukup intensif menjalin komunikasi. Beberapa pertemuan rutin telah dihelat sejak tahun 2015, membahas berbagai topik terkait pembelajaran mata kuliah Eropa di perguruan tinggi.

“Eropa sejak dulu menjadi kawasan penting di dunia. Perkembangan mutakhir dengan makin eksisnya integrasi Eropa menjadikan kawasan ini makin strategis. Indonesia sangat berkepentingan menjalin hubungan dengan kawasan ini. Itulah sebabnya kita perlu wadah permanen,” kata Muhadi.

Deklarasi pembentukan KIKE sebagai organisasi mandiri merupakan bagian dari “Workshop on Teaching and Researching Europe” yang berlangsung sejak tanggal 24 April 2019. Workshop ini diikuti oleh 35 peserta dari 26 perguruan tinggi yang mempunyai mata kuliah terkait Eropa.

Berbagai topik kajian dan penelitian menjadi bahasan forum selama dua hari. Termasuk soal keputusan Uni Eropa yang menolak masuknya produk kelapa sawit, khususnya CPO. Indonesia merespon kebijakan ini dengan mengancam boikot produk-produk asal Eropa.

“Padahal Uni Eropa itu tidak bisa digertak-gertak. Kita harus memahami Uni Eropa agar dapat memenangkan diplomasi ekonomi. Ini yang masih kurang. Makanya kita membentuk wadah ini, agar dapat memberi masukan kepada pemerintah,” kata Muhadi yang juga tercatat sebagai dosen HI Universitas Gadjah Mada ini.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat AIHII, Dr. Yusran, menyambut baik terbentuknya KIKE sebagai organisasi mandiri. Di dalam AIHII ada banyak komunitas epistemik yang mengkaji isu spesifik. Selain KIKE, ada komunitas pengkaji perbatasan, keamanan, Asia Timur, Timur Tengah, globalisasi dan masyarakat sipil, dan sebagainya.

“KIKE bisa menjadi role model bagi komunitas epistemik lainnya. Selama ini, kami di AIHII terus memberikan dukungan untuk aktivitas rekan-rekan komunitas epistemik. Setiap tahun, kita selenggarakan Konvensi Nasional AIHII yang mempertemukan semuanya,” jelas Yusran.

Dosen HI Universitas Budi Luhur Jakarta ini berharap langkah KIKE dapat diikuti oleh komunitas epistemik di lingkungan AIHII.(*)

Universitas Riau Tuan Rumah Workshop Kajian Eropa

Komunitas Indonesia untuk Kajian Eropa (KIKE) menyelenggarakan Workshop on Teaching and Researching in Europe di Pekanbaru, Riau. Acara yang berlangsung tanggal 24-25 April 2019 ini diselenggarakan bekerja sama dengan Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosila dan Ilmu Politik, Universitas Riau.

Acara yang bertema “Europe as A Pivot for Education and Research of Region Studies in Indonesia” dihadiri oleh dosen-dosen dari 26 program studi Hubungan Internasional seluruh Indonesia.

Ketua Jurusan Hubungan Internasional Unri, Dr. Tri Joko Waluyo, M.Si, dalam sambutan pengantarnya menyampaikan terima kasih atas dipilihnya Universitas Riau sebagai tuan rumah kegiatan ini. “Saya mendengar bahwa salah satu rangkaian dari workshop ini adalah launching Asosiasi Kajian Eropa di Indonesia. Ini merupakan sesuatu yang berharga, karena HI Unri menjadi bagian dari sejarah asosiasi ini kelak,” kata Dr. Tridjoko.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Pusat (AIHII), Dr. Yusran, menyampaikan apresiasi atas kehadiran wakil-wakil prodi HI yang aktif dalam diskusi-diskusi Kajian Eropa.

“Di AIHII kita ada beberapa komunitas, misalnya komunitas kajian perbatasan, komunitas kasian ASEAN, dan lain-lain. KIKE nampaknya merupakan komunitas yang paling aktif. Saya kira ini bisa menjadi role model bagi komunitas-komunitas lainnya,” kata Yusran.

Sementara itu, koordinator KIKE, Muhadi Sugiono yang merupakan dosen HI Universitas Gadjah Mada, menyampaikan bahwa pelaksanaan workshop ini memiliki makna penting. Selain melanjutkan pembahasan tentang upaya menjadikan kajian Eropa sebagai kajian yang makin aplikatif, juga lokasi acara di Riau merupakan hal menarik.

“Ini mungkin hanya kebetulan saja. Kita disini membahas tentang Eropa, pada saat yang sama, tahun ini Uni Eropa mengambil keputusan untuk memblokir sawit Indonesia. Kajian Eropa bisa menjadi solusi bagi masalah ini. Salah satu persoalan yang dihadapi dalam berhubungan dengan Uni Eropa adalah kita tidak cukup paham tentang entitas ini. Uni Eropa itu kalau digertak-gertak seperti yang dilakukan pemerintahan sekarang itu tidak mempan,” kata Muhadi.

Trend Kajian Makin Spesifik

Dekan FISIP Universitas Riau, Dr. Syafri Harto, M.Si, dalam pidato pembukaannya menyampaikan bahwa dewasa ini ada trend dimana ilmu pengetahuan itu makin mengerucut kepada unit yang lebih detail.
“Pemerintah melalui kemenristekdikti dewasa ini terus mendorong agar kajian di perguruan tinggi itu makin menukik, pembukaan prodi yang spesifik dan mendetail, seperti prodi sawit, prodi kopi, dan sebagainya. Maka saya kira tepat sekali jika kajian Eropa yang selama ini dianggap sebagai bagian dari hubungan internasional makin mendetailkan diri menjadi kajian dan disiplin mandiri,” kata Dr. Syafri.

Melihat antusiasme peserta yang berasal dari 26 perguruan tinggi, Dr. Syafri menilai ini bukanlah jumlah yang kecil. Mungkin dari aspek kuantitas terlihat kecil, namun ada hal yang lebih penting dari sekedar jumlah.

“Esensi dari komunitas itu adalah jejaring. Inilah hal yang terpenting, kita bisa saling mengenal dan mengembangkan kolaborasi, misalnya melalui riset bersama, pertukaran mahasiswa, publikasi artikel, kerja sama jurnal, dan sebagainya,” kata Dr. Syafri yang juga merupakan dosen hubungan internasional ini.

Workshop on Teaching and Researching Europe ini berlangsung selama 2 hari, dimana topik-topik yang akan dibahas antara lain: The State of the Discipline Kajian Eropa, Kurikulum, dan Agenda Penelitian. Juga akan didiskusikan penyusunan modul untuk kajian Eropa yang dapat menjadi rujukan perguruan tinggi yang membina mata kuliah Eropa.(*)