Press Release Seri Seminar #2 Perang dan Damai Di Eropa: Menegok ke Belakang, Menatap ke Depan
Komunitas Indonesia untuk Kajian Eropa (KIKE) kembali menyelenggarakan Seri Seminar #2. Kegiatan yang berlangsung secara daring melalui platform Zoom Meeting ini bertujuan mengoptimalkan penyebaran informasi dan menjadi media diskusi pengkaji Eropa di Indonesia. Seri Seminar #2 diselenggarakan pada Rabu, 30 November 2022 pukul 14.00-16.00 WIB yang dihadiri sebanyak 102 peserta.
Seri Seminar #2 kali ini menghadirkan 3 (tiga) pembicara, yaitu Aswin Ariyanto Azis, SIP, MDevSt (Anggota KIKE dan dosen Hubungan Internasional, Universitas Brawijaya); Dr. Phill. Siti Rokhmawati Susanto, S.IP., MIR (Anggota KIKE dan dosen Hubungan Internasional, Universitas Airlangga); Yulius Purwadi Hermawan, Ph.D (Anggota KIKE dan dosen Hubungan Internasional, Universitas Katolik Parahyangan). Diskusi dipandu oleh moderator Firsty Chintya Laksmi Perwabani, S.Hub.Int., M.Hub.Int (Anggota KIKE dan Dosen Hubungan Internasional, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur).
Diskusi dibuka oleh Wakil Ketua KIKE Paramitaningrum, Ph.D. Paramitaningrum menyampaikan bahwa Seri Seminar hadir kembali masih dengan topik yang sama yakni konflik Rusia-Ukraina. Menurutnya konflik ini merupakan konflik yang mulltidisiplin karena berhubungan dan memiliki keterlibatan dengan isu Climate Change, Sosial, Migrasi, dan Budaya. Oleh karena itu, kegiatan ini diharapkan membawa manfaat tidak hanya untuk para penstudi Kawasan Eropa.
Narasumber pertama Aswin Azis menyoroti dinamika Kerjasama Uni Eropa (UE)-Cina di tengah persaingan AS-Cina. Hubungan UE-Cina telah berlangsung sejak tahun 1975. Hubungan bilateral ini dilakukan karena kedua pihak saling membutuhkan sehingga diresmikan dalam bentuk Strategic Partnership (kemitraan strategis). Kedua pihak menerapkan kebijakan Unconditional Engagement atau hubungan perangkulan tanpa syarat, yang memberikan kemudahan untuk Cina mengembangkan pasarnya dan keterbukaan ekonomi. Hubungan ini telah memberikan banyak keuntungan khususnya bagi Cina, dan tidak terlalu menguntungkan bagi UE sendiri, karena UE dirugikan dari sisi trade defisit dan Cina lebih diuntungkan dari hubungan perdagangan, berdasarkan data terakhir, di tahun 2021 trade deficit berada diangka 149 dan naik menjadi 269 di tahun 2022 atau sekitar lebih dari 100 Billion USD kenaikannya. Namun, lambatnya UE dalam melihat perubahan Cina yang menyebabkan berubahnya status hubungan Cina-UE menjadi competitive rival. Aswin juga menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan competitive rival diantaranya perubahan status Cina menjadi negara New Emerging Power dengan membuat tandingan melalui program Belt Road Initiative (BRI); Cina merangkul Rusia untuk menanggulangi dominasi dolar; dan membangun koalisi yang negatif dalam pemungutan suara di UN terkait perang Rusia dan Ukraina untuk abstain atau mendukung Rusia. Selain itu, melalui diplomasi yang kuat oleh Cina, Cina mulai melakukan tindakan yang kurang disetujui oleh UE, dimulai dari secara tertutup Cina mengajak Yunani untuk bergabung ke dalam China-CEE 17+1 Forum dan Italia bergabung ke BRI ditahun 2019.
Tak hanya itu, pandangan kebijakan luar negeri Cina terhadap UE yang menganggap UE lemah dan UE yang jauh lebih membutuhkan Cina daripada Cina yang membutuhkan UE. Hal ini ditunjukkan dengan keberanian Cina dalam melakukan pembatalan terhadap China-Uni Eropa Summit. Berbagai hal tersebut menjadi tantangan yang masuk ke dalam agenda UE terkait bagaimana menangani Cina dari aspek ekonomi dan politik. Menurutnya perang Rusia-Ukraina sebenarnya merupakan perang antara Rusia dengan Amerika Serikat (AS). Perubahan Cina telah membuat Eropa menyadari perbedaan value atau nilai antara keduanya. Namun, UE memiliki kesamaan tujuan dan value dengan AS, yaitu salah satunya pada nilai demokrasi melalui hubungan transatlantic relationship. Dengan tujuan untuk menangani Cina, AS mengajak UE untuk kerjasama dengan menerapkan Strategic Otonomi dan memasukan Cina di dalam Agenda NATO. Dalam hal ini, Aswin menegaskan bahwa perlu adanya Global China policy dan UE seharusnya berjalan dengan keputusannya atau tidak hanya sekedar mengulangi apa yang disampaikan AS.
Narasumber kedua Siti Susanto menyoroti bagaimana pengaruh perang dan sejauh mana pengaruhnya terhadap masalah iklim. UE selalu menjadi yang pertama dan konsisten, serta menjadi pemimpin terkait isu perubahan iklim. UE membuat dan mengeluarkan Program Green Deal yang menjadi Rencana Ambisius Uni Eropa terkait Net Zero Emission 2050 dan memotong pengurangan emisi pada tahun 2030 dengan memutuskan hanya akan menghasilkan emisi 50%. Hal tersebut dilakukan dengan modalitas Renewable Energy Directives 2009 dan tambahan di 2018. Selain itu, program Green Deal dilakukan untuk mengurangi ketergantungan UE terhadap pasokan energi dari Rusia. Sebelumnya, energi khusunya Batu Bara yang dipasok oleh Rusia dari penggunaan ditahun 2010 mengalami penurunan sebanyak 50% jika dibandingkan ditahun 2021. Rencana pengurangan penggunaan batu bara di UE telah diperhitungkan khususnya untuk setiap negara-negara UE terkait kapan waktunya untuk melepaskan diri dari impor batu bara yang dipasok oleh Rusia.
Selain itu, terjadinya Covid-19 juga telah melumpuhkan sektor ekonomi dan berlanjut dengan terjadinya perang Rusia-Ukraina. Namun, UE tetap konsisten dalam mewujudkan target di dalam Green Deal. Kehadiran The Next Generation UE menekankan pada fokus terhadap digitalisasi single market, peningkatan ekonomi, dan lingkungan, yang masuk ke dalam strategi yang sangat masif dalam segi pendanan dengan anggaran dana sebesar 1 Triliun Euro. Perang Rusia-Ukraina telah membuat manuver dan meluncurkan REpower UE yang merupakan tindakan komitmen untuk mengurangi ketergantungan dengan Rusia. Selama perang berlangsung, minyak gas Eropa masih dipasok dari Rusia sebanyak 30% dengan harga yang tinggi sekitar 100 M pada saat Winter (musim dingin). REpower juga di-dalamnya mengatur keputusan UE untuk tidak menjadikan Rusia sebagai pemasok energi utama dan mengakselerasi renewable energy source di UE dengan menjadikan Hidrogen dan Biometan menjadi pemasok energi di samping air, angin, dan solar. REpower juga mengubah Rusia sebagai supplier utama energi, ke beberapa negara yaitu Azerbaijan, Algeria, Norwegia, Qatar, Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Namun, hal ini masih dipertimbangkan karena mengingat bagaimana cara mendapatkan sumber energinya apakah masih “Hijau”, dikarenakan beberapa negara baru yang menjadi pemasok energi, tengah menjadi Green Treater.
Narasumber ketiga Yulius Purwadi memfokuskan pada kondisi terkini melalui paparannya yang berjudul, “Russian and Ukraine War: lessons for Europe, challenges for G20”. Dalam Forum G20 kali ini, Uni Eropa berada di posisi yang berseberangan dengan Rusia. Beberapa sanksi yang merupakan inisiatif dari Uni Eropa berhasil dijatuhkan terhadap Rusia. Dalam negosiasi, Uni Eropa sangat berperan aktif dalam membangun konsensus jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa yang menjadi anggota Forum G20 (Italia, Jerman dan Prancis) maupun negara eropa lainnya (Belanda dan Spanyol). Namun dalam membangun konsensus tentang agresi dalam Ministerial Meetings, UE lebih memilih untuk tidak memberikan masukan. Menurut Yulius, UE tidak bisa bekerja sama dengan Amerika Serikat karena UE tidak selalu sejalan dengan intervensi yang dikeluarkan Amerika Serikat dalam negosiasi forum G20. Di akhir pembahasan, Yulius menyebutkan beberapa kegagalan untuk membuat konsensus yang sangat terlihat jelas dari diksi geopolitik yang ada dalam Ministerial Statement or Communiques.
Selain itu, Yulius menjelaskan lebih lanjut bagaimana terganggunya kegiatan kenegaraan akibat adanya perang antara Rusia dan Ukraina. Dalam closing statement, disebutkan bahwa “Kita tidak tahu kapan perang berakhir, namun jangan lelah untuk berharap agar perang ini akan segera berakhir karena negara yang paling unggul dalam perang adalah negara yang lebih mengutamakan kepentingan bersama”
Setelah narasumber menyelesaikan pemaparan, diskusi dilanjutkan agenda tanya-jawab antara peserta dengan narasumber. Diskusi berlangsung interaktif dan dua arah. Selanjutnya, kegiatan Seri Seminar #2 ditutup dengan foto bersama.